Rabu, 11 Mei 2011

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987




KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA

No. 0543a/U/1987

tentang

Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"


MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,


Membaca : Surat Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desember 1986 No. 5965/F8/UI.7/86.
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian berlakunya "Pedomaan Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
b. bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipandang perlu menetapkan penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:

a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 52 Tahun 1975;
c. Nomor 45/M Tahun 1983;
d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah terakhir
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1987;
e. Nomor 138/M Tahun 1985;

2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pertama : Menyempurnakan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 no. 0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Hal-hal lain yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri.
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


Fuad Hassan

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Daftar isi:
I. Pemakaian Huruf

A. Huruf Abjad
B. Huruf Vokal
C. Huruf Konsonan
D. Huruf Diftong
E. Gabungan Huruf Konsonan
F. Pemenggalan Kata

II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
B. Huruf Miring

III. Penulisan Kata

A. Kata Dasar
B. Kata Turunan
C. Kata Ulang
D. Gabungan Kata
E. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
F. Kata Depan di, ke, dan dari
G. Kata si dan sang
H. Partikel
I. Singkatan dan Akronim
J. Angka dan Lambang Bilangan

IV. Penulisan Huruf Serapan
V. Pemakaian Tanda Baca


A. Tanda Titik
B. Tanda Koma
C. Tanda Titik Koma
D. Tanda Titik Dua
E. Tanda Hubung
F. Tanda Pisah
G. Tanda Elipsis
H. Tanda Tanya


I. Tanda Seru
J. Tanda Kurung
K. Tanda Kurung Siku
L. Tanda Petik
M. Tanda Petik Tunggal
N. Tanda Garis Miring
O. Tanda Penyingkat (Apostrof)
[sunting] I. Pemakaian Huruf
[sunting] A. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v fe
E e e N n en W w we
F f ef O o o X x eks
G g ge P p pe Y y ye
H h ha Q q ki Z z zet
I i i R r er

[sunting] B. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

Misalnya:

Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.

[sunting] C. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
b bahasa sebut adab
c cakap kaca –
d dua ada abad
f fakir kafir maaf
g guna tiga balig
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa sesak
– rakyat* bapak*
l lekas alas kesal
m maka kami diam
n nama anak daun
p pasang apa siap
q** Quran Furqan –
r raih bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v varia lava –
w wanita hawa –
x** xenon – –
y yakin payung –
z zeni lazim juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

[sunting] D. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi – boikot amboi

[sunting] E. Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.

Gabungan
Huruf
Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut –
sy syarat isyarat arasy

[sunting] F. Pemenggalan Kata

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:

a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:

au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:

ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir

c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:

man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk

d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:

in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las

2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:

makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah

Catatan:

a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal.
(Lihat keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi

3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan

(1) di antara unsur-unsur itu atau
(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:

bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen

[sunting] Keterangan:

Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.

[sunting] II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
[sunting] A. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:

Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:

Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "Dia akan berangkat".

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:

Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:

Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.

5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:

Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:

Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.

6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:

Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
Misalnya:

mesin diesel
10 volt
5 ampere

7. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya:

bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:

mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan

8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:

bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi

hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya:

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:

Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Daratan Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan Suez
Jazirah Arab

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:

berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:

garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon

10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya:

Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:

menjadi sebuah republik
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menurut undang-undang yang berlaku

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".

13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:

Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:

"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:

Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:

Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.

[sunting] B. Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:

majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:

Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:

Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'.

Tetapi:

Negara itu telah mengalami empat kudeta.

Catatan:

Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.

[sunting] III. Penulisan Kata
[sunting] A. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:

Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.

[sunting] B. Kata Turunan

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:

* bergeletar
* dikelola
* penetapan
* menengok
* mempermainkan

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:

* bertepuk tangan
* garis bawahi
* menganak sungai
* sebar luaskan

3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:

* menggarisbawahi
* menyebarluaskan
* dilipatgandakan
* penghancurleburan

4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:

adipati mahasiswa
aerodinamika mancanegara
antarkota multilateral
anumerta narapidana
audiogram nonkolaborasi
awahama Pancasila
bikarbonat panteisme
biokimia paripurna
caturtunggal poligami
dasawarsa pramuniaga
dekameter prasangka
demoralisasi purnawirawan
dwiwarna reinkarnasi
ekawarna saptakrida
ekstrakurikuler semiprofesional
elektroteknik subseksi
infrastruktur swadaya
inkonvensional telepon
introspeksi transmigrasi
kolonialisme tritunggal
kosponsor ultramodern

Catatan:

(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:

* non-Indonesia
* pan-Afrikanisme

(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

[sunting] C. Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:

anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra

[sunting] D. Gabungan Kata

1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:

duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:

alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:

acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam

[sunting] E. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

[sunting] F. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)

Misalnya:

Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.

Catatan:

Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.

[sunting] G. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

[sunting] H. Partikel

1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:

Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.

Catatan:

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.

Misalnya:

Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.

3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp2.000 per helai.

[sunting] I. Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:


A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
S.Kar. sarjana karawitan
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:


DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
SMTP Sekolah Menengah Tingkat Pertama
PT Perseroan Terbatas
KTP Kartu Tanda Penduduk

c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:


dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan atas
Yth. (Sdr. Moh. Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
s.d. sampai dengan

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:


Cu kuprum
TNT trinitrotoluen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah

2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.


a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:


ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM Surat Izin Mengemudi

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:


Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil
Misalnya:


pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran

Catatan:

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:

1. Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
2. Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

[sunting] J. Angka dan Lambang Bilangan

1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab : ٠,١,٢,٣,٤,٥,٦,٧,٨,٩
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000)

Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan:

(i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas
Misalnya:

0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter



1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945



Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
¥100
2.000 rupiah



50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang

* tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya:

* Jalan Tanah Abang I No. 15
* Hotel Indonesia, Kamar 169

4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:

* Bab X, Pasal 5, halaman 252
* Surah Yasin: 9

5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:

a. Bilangan utuh
Misalnya:

dua belas
dua puluh dua
dua ratus dua puluh dua 12
22
222

b. Bilangan pecahan
Misalnya:

setengah
tiga perempat
seperenam belas
tiga dua pertiga
seperseratus
satu persen
satu dua persepuluh 1/2
3/4
1/16
3 2/3
1/100
1%
1,2

6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:

* Paku Buwono X
* pada awal abad XX
* dalam kehidupan pada abad ke-20 ini
* lihat Bab II, Pasal 5
* dalam bab ke-2 buku itu



* di daerah tingkat II itu
* di tingkat kedua gedung itu
* di tingkat ke-2 itu
* kantornya di tingkat II itu

7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti
Misalnya:

tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1000-an


(tahun lima puluhan)
(uang lima ribuan)
(lima uang seribuan)

8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:

Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.

9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:

Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.

Bukan:

15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.

10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:

Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.

11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:

Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
DI lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

Bukan:

Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

[sunting] IV. Penulisan Huruf Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.

Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.

1. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I'exploitation de l'homme par I'homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
2. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

[sunting] Kaidah ejaan

Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.


aa (Belanda) menjadi a


paal
baal
octaaf


pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e


aerobe
aerodinamics


aerob
aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e


haemoglobin
haematite


hemoglobin
hematit
ai tetap ai


trailer
caisson


trailer
kaison
au tetap au


audiogram
autotroph
tautomer
hydraulic
caustic


audiogram
autotrof
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k


calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal


kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s


central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
coelom


sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k


accomodation
acculturation
acclimatization
accumulation
acclamation


akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
akumulasi
aklamasi
cc di muka e dan i menjadi ks


accent
accessory
vaccine


aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k


saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique


sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s


echelon
machine


eselon
mesin
ch yang lafalnya c menjadi c


check
China


cek
Cina
ç (Sanskerta) menjadi s


çabda
çastra


sabda
sastra
e tetap e


effect
description
synthesis


efek
deskripsi
sintesis
ea tetap ea


idealist
habeas


idealis
habeas
ee (Belanda) menjadi e


stratosfeer
systeem


stratosfer
sistem
ei tetap ei


eicosane
eidetic
einsteinium


eikosan
eidetik
einsteinium
eo tetap eo


stereo
geometry
zeolite


stereo
geometri
zeolit
eu tetap eu


neutron
eugenol
europium


neutron
eugenol
europium
f tetap f


fanatic
factor
fossil


fanatik
faktor
fosil
gh menjadi g


sorghum


sorgum
gue menjadi ge


igue
gigue


ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i


iambus
ion
iota


iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i


politiek
riem


politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i


variety
patient
efficient


varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh


khusus
akhir


khusus
akhir
ng tetap ng


contingent
congress
linguistics


kontingen
kongres
linguistik
oe (oi Yunani) menjadi e


oestrogen
oenology
foetus


estrogen
enologi
fetus
oo (Belanda) menjadi o


cartoon
proof
pool


kartun
pruf
pul
oo (vokal ganda) tetap oo


zoology
coordination


zoologi
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u


gouverneur
coupon
contour


gubernur
kupon
kontur
ph menjadi f


phase
physiology
spectograph


fase
fisiologi
spektograf
ps tetap ps


pseudo
psychiatry
psychosomatic


pseudo
psikiatri
psikosomatik
pt tetap pt


pterosaur
pteridology
ptyalin


pterosaur
pteridologi
ptialin
q menjadi k


aquarium
frequency
equator


akuarium
frekuensi
ekuator
rh menjadi r


rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric


rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk


scandium
scotapia
scutella
sclerosis
scriptie


skandium
skotapia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s


scenography
scintillation
scyphistoma


senografi
sintilasi
sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk


schema
schizophrenia
scholasticism


skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s


ratio
action
patient


rasio
aksi
pasien
th menjadi t


theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode


teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
u tetap u


unit
nucleolus
structure
institute


unit
nukleolus
struktur
institut
ua tetap ua


dualisme
aquarium


dualisme
akuarium
ue tetap ue


suede
duet


sued
duet
ui tetap ui


equinox
conduite


ekuinoks
konduite
uo tetap uo


fluorescein
quorum
quota


fluoresein
kuorum
kuota
uu menjadi u


prematuur
vacuum


prematur
vakum
v tetap v


vitamin
television
cavalry


vitamin
televisi
kavaleri
x pada awal kata tetap x


xanthate
xenon
xylophone


xantat
xenon
xilofon
x pada posisi lain menjadi ks


executive
taxi
exudation
latex


eksekutif
taksi
eksudasi
lateks
xc di muka e dan i menjadi ks


exception
excess
excision
excitation


eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk


excavation
excommunication
excursive
exclusive


ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
y tetap y jika lafalnya y


yakitori
yangonin
yen
yuan


yakitori
yangonin
yen
yuan
y menjadi i jika lafalnya i


yttrium
dynamo
propyl
psychology


itrium
dinamo
propil
psikologi
z tetap z


zenith
zirconium
zodiac
zygote


zenith
zirkonium
zodiak
zigot

[sunting] Konsonan ganda

Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan.

Misalnya:

gabbro
accu
effect
commision
ferrum
solfeggio gabro
aki
efek
komisi
ferum
solfegio
tetapi:
mass massa

[sunting] Catatan

1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah

Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel, hadir.

2. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu digunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.

[sunting] Akhiran asing

Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh.

Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.


-aat (Belanda) menjadi -at


advokaat


advokat
-age menjadi -ase


percentage
etalage


persentase
etalase
-al, -eel (Belanda) menjadi -al


structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal


struktural
formal
normal
-ant menjadi -an


accountant
informant


akuntan
informan
-ary, -air (Belanda) menjadi -er


complementary, complementair
primary, primair
secondary, secundair


komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si


action, actie
publication, publicatie


aksi
publikasi
-eel (Belanda) menjadi -el


ideëel
materieel
moreel


ideel
materiel
morel
-ein tetap -ein


casein
protein


kasein
protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika


logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek


logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik


electronic, electronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch


elektronik
mekanik
balistik
-ical, -isch (Belanda) menjadi -is


economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch


ekonomis
praktis
logis
-ile, iel menjadi -il


percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, -isme (Belanda) menjadi -isme


modernism, modernisme
communism, communisme


modernisme
komunisme
-ist menjadi -is


publicist
egoist


publisis
egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if


descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief


deskriptif
demonstratif
-logue menjadi -log


catalogue
dialogue


katalog
dialog
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi


technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie


teknologi
fisiologi
analogi
-loog (Belanda) menjadi -log


analoog
epiloog


analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid


hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide


hominoid
anthropoid
-oir(e) menjadi -oar


trottoir
repertoire


trotoar
repertoar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir


director, directeur
inspector, inspecteur
amateur
formateur


direktur
inspektur
amatir
formatur
-or tetap -or


dictator
corrector


diktator
korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas


university, universiteit
quality, qualiteit


universitas
kualitas
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur


structure, struktuur
premature, prematuur


struktur
prematur

[sunting] V. Pemakaian Tanda Baca
[sunting] A. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:

* Ayahku tinggal di Solo.
* Biarlah mereka duduk di sana.
* Dia menanyakan siapa yang akan datang.
* Hari ini tanggal 6 April 1973.
* Marilah kita mengheningkan cipta.
* Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:

a. III. Departemen Dalam Negri
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria

1.

b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:

1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:

Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:

Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.

7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:

Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
Salah Asuhan

8. Tanda titik tidak dipakai di belakang

(1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:

Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)

Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)

Atau:

Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)

[sunting] B. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:

* Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
* Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
* Satu, dua, ... tiga!

2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:

* Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
* Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:

* Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
* Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:

* Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
* Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
* Dia tahu bahwa soal itu penting.

4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:

* ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
* ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.

5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:

* O, begitu?
* Wah, bukan main!
* Hati-hati, ya, nanti jatuh.

6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:

* Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
* "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus."

7. Tanda koma dipakai di antara

(i) nama dan alamat,
(ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan
(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:

* Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
* Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
* Surabaya, 10 mei 1960
* Kuala Lumpur, Malaysia

8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:

W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:

B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.

11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:

12,5 m
Rp12,50

12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya

* Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
* Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
* Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:

Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

13. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan:

Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:

"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.

[sunting] C. Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:

Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:

Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".

[sunting] D. Tanda Titik Dua (:)

1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:

* Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
* Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.

1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan
Misalnya:

* Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
* Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.

2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:

a. Ketua
Sekretaris
Bendahara :
:
: Ahmad Wijaya
S. Handayani
B. Hartawan

b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu :
:
:
: Ruang 104
Bambang S.
Senin
09.30

3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:


Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)

4. Tanda titik dua dipakai:

(i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
(iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:

Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.

[sunting] E. Tanda Hubung (–)

1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
Misalnya:

Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:

Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ....

atau

Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ....

bukan

Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ....

2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:

Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.

Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:

anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:

p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973

5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas

(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:

* ber-evolusi
* dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
* tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial

Bandingkan dengan:

* be-revolusi
* dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
* tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan

(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan -an,
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(v) nama jabatan rangkap
Misalnya

se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara

7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:

di-smash, pen-tackle-an

[sunting] F. Tanda Pisah (—)

1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:

Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.

3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'.
Misalnya:

1910—1945
tanggal 5—10 April 1970
Jakarta—Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

[sunting] G. Tanda Elipsis (...)

1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:

* Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:

* Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....

[sunting] H. Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:

* Kapan ia berangkat?
* Saudara tahu, bukan?

2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:

* Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
* Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

[sunting] I. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:

* Alangkah seramnya peristiwa itu!
* Bersihkan kamar itu sekarang juga!
* Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya!
* Merdeka!

[sunting] J. Tanda Kurung ((...))

1. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misalnya:

* Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:

* Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
* Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.

3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:

* Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
* Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:

* Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

[sunting] K. Tanda Kurung Siku ([...])

1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:

* Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:

* Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

[sunting] L. Tanda Petik ("...")

1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:

* "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
* Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:

* Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
* Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
* Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:

* Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
* Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".

4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:

* Kata Tono, "Saya juga minta satu."

5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:

* Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
* Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.

Catatan:

Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

[sunting] M. Tanda Petik Tunggal ('...')

1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:

* Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
* "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.

2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:

* feed-back 'balikan'

[sunting] N. Tanda Garis Miring (/)

1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:

No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986

2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:

dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau laut)
harganya Rp25,00/lembar (harganya Rp25,00 tiap lembar)

[sunting] O. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:

Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam t'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88 ('88 = 1988)

Undang-Undang Kebahasaan (UU 24/2009)

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebanggsaan

2.KOMPOSISI BAB I KETENTUAN UMUM 3 Pasal BAB II BENDERA NEGARA 20 Pasal BAB III BAHASA NEGARA 21 Pasal BAB IV LAMBANG NEGARA 22 Pasal BAB V LAGU KEBANGSAAN 6 Pasal BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN WN 1 Pasal BAB VII KETENTUAN PIDANA 6 Pasal BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN 1 Pasal BAB IX KETENTUAN PENUTUP 2 Pasal

3.UU 24 2009 BBLNLK

4. BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: … 2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. … 6. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. ….

5. PASAL 2 Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan; d. kebangsaan; e. kebhinnekatunggalikaan; f. ketertiban; g. kepastian hukum; h. keseimbangan; i. keserasian; dan j. keselarasan.

6. PASAL 3 Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk: a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatu-an Republik Indonesia; b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

7.BAB III BAHASA NEGARA BAGIAN KESATU UMUM

8. PASAL 25 (1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. (2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

9. BAGIAN KEDUA PENGGUNAAN BAHASA

10. PASAL 26 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

11. PASAL 27 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara. Penjelasan: Yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan.

12. PASAL 28 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “pidato resmi” adalah pidato yang disampaikan dalam forum resmi oleh pejabat negara atau pemerintahan, kecuali forum resmi internasional di luar negeri yang menetapkan penggunaan bahasa tertentu.

13. PASAL 29 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. (2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. (3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.

14. PASAL 30 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.

15. PASAL 31 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris. Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.

16. PASAL 31 ... (2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Penjelasan: Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.

17. PASAL 32 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri. Penjelasan: Ayat (1) Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah berskala antardaerah dan berdampak nasional. Ayat (2) Yang dimaksud “bersifat internasional” adalah berskala antar-bangsa dan berdampak internasional.

18. PASAL 33 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. (2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja swasta” adalah mencakup perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

19. PASAL 34 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.

20. PASAL 35 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia. (2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.

21. PASAL 36 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia. (2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi. (3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. (4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.

22. PASAL 37 (1)Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan.

23. PASAL 38 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. (2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing.

24. PASAL 39 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.

25. PASAL 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.

26. BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA INDONESIA

27. PASAL 41 (1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penjelasan: Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa” adalah upaya memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Yang dimaksud dengan “pembinaan bahasa” adalah upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan “pelindungan bahasa” adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajarannya.

28. PASAL 42 (1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

29. PASAL 43 (1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

30. BAGIAN KEEMPAT PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA MENJADI BAHASA INTERNASIONAL

31. PASAL 44 (1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. (2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penjelasan: Yang dimaksud “bahasa internasional” adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi antarbangsa.

32. BAGIAN KELIMA LEMBAGA KEBAHASAAN

33. PASAL 45 Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perun-dang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.

34. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN

35. PASAL 72 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

36. BAB IX KETENTUAN PENUTUP

37. PASAL 73 Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Rahmat Selamet, S.Pd Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia

Hasil gambar untuk mercy