Senin, 14 April 2014

Alloh Tuhan yang Esa dan Muhammad Rasulluloh


Minggu, 13 April 2014

Proposal Penelitian Tindakan Kelas di SDN 2 Tegal Bogor oleh Mahasiswa Sekolah Guru Indonesia SGI-DD

BAB I 
PENDAHULUAN

 1.1 Latar belakang Masalah

      Pembelajaran menulis puisi bebas merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia yang harus disampaikan kepada siswa Kelas V SDN Tegal di mana pun adanya. Tujuan disampaikannya materi pembelajaran menulis puisi bebas adalah untuk memperkenalkan jenis-jenis karya sastra kepada siswa, sehingga siswa mampu menghargai karya sastra. Hal ini sejalan dengan pendapat Aminuddin, (1995:54) sebagai berikut.
      Pembelajaran sastra di sekolah-sekolah bertujuan untuk memperhalus budi pekerti siswa melalui dua kemampuan yang diajarkan, yakni kemampuan berapresiasi dan kemampuan berekspresi. Kedua kemampuan tersebut dipelajari siswa melalui pembelajaran menyimak (mendengarkan), berbicara, membaca, dan menulis. Dalam kemampuan berapresiasi siswa dituntut untuk menggauli sejumlah karya sastra hingga timbul penghargaan dan mampu menjunjung tinggi tata nilai yang terkandung di dalamnya, baik dalam berperilaku maupun dalam bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari.
    Sementara itu kemampuan berekspresi berarti secara aktif produktif siswa dituntut untuk menghasilkan karya cipta sendiri, baik dalam bentuk puisi, prosa (cerpen dan novel), maupun drama. Kedua kemampuan tersebut diyakini benar akan meningkatkan harkat martabat siswa dalam berperilaku sehari-hari di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Atas dasar itu dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sastra di sekolah harus berhasil mencapai arah sasaran yang diharapkan, yakni memperhalus budi pekerti siswa dan menjadikannya sebagai insan Indonesia yang berguna. Hal ini sebagaimana dijelaskan Rusyana (1987:132), yang tertulis pada kutipan berikut. Pembelajaran sastra di sekolah-sekolah hasilnya perlu terus menerus ditingkatkan terutama oleh guru. 
     Pentingnya pembelajaran sastra di sekolah, antara lain untuk meningkatkan budi pekerti siswa dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang sudah dimilikinya. Dan kemampuan yang dijelaskan guru kepada siswa, antara kemampuan berapresiasi dan berekspresi. Selain itu, pentingnya pembelajaran sastra khususnya menulis puisi bebas disampaikan kepada siswa, bertujuan untuk memenuhi salah satu tuntutan kurikulum, yang dikutif berikut "Menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat" (BSNP, 2006:274). Sebelum studi pendahuluan terhadap penelitian latihan siswa kelas V SD dalam menulis puisi bebas, sebagaimana observasi siswa belum mampu memenuhi kedua tuntutan berikut secara optimal. 
      Pertama, menentukan gagasan pokok. Kedua, menulis puisi bebas berdasarkan gagasan pokok yang telah dhentukan, dengan pilihan kata yang tepat sebagian dinyatakan cukup mampu menentukan gagasan pokok untuk dikembangkan dalam puisi bebas yang ditulisnya. Selebihnya dari mereka dinyatakan terkategori kurang mampu memenuhi tuntutan ini, dan apalagi memenuhi tuntutan kedua. Masalah di atas, diduga kuat disebabkan oleh beberapa hal yang dikemukakan Sukardi (2003:114), yang dikutip berikut. 1) Tingkat kesulitan kompetensi dasar yang harus dicapai. 2) Dasar kemampuan menulis puisi bebas yang dimiliki siswa relatif kurang. 3) Sulit berimajinasi karena iklim pembelajaran yang tidak kondusif. 4) Minimnya buku bacaan sastra baik puisi, prosa maupun novel. 5) Kurang tepatnya teknik pembelajaran yang digunakan guru, sehingga hasil pembelajaran tidak tepat sasaran. 
      Sehubungan dengan hal itu, Sukardi (2003:114) mengemukakan sebagai berikut. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran yang bertujuan, antara lain: (1) kurikulum; (2) sarana dan prasarana; (3) kesungguhan siswa dalam belajar, (4) pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan; (5) bahan ajar; (6) alokasi waktu yang disediakan; dan beberapa faktorlain yang menunjang. 
      Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang berhasilnya pembelajaran menulis puisi bebas di kelas 8, yaitu kurang tepatnya teknik pembelajaran yang digunakan. Oleh sebab itu, maka penulis mencoba memilih salah satu teknik yang dipandang mampu mengatasi masalah ini adalah teknik kolaborasi. Adapun dasar pertimbangan dipilihnya teknik ini, bertolak dari pendapat Alwasilah (2005:31) yang mengemukakan bahwa, "Teknik kolaborasi dapat dipakai untuk mengajarkan menulis jenis teks apa saja, termasuk puisi. 
      Selama ini ada kesan bahwa menulis puisi sulit, sehingga banyak guru yang hanya mengajarkan apresiasi, tapi tidak menulis puisi". Adapun dasar pertimbangan lain, di antaranya: 
1. Teknik kolaborasi belum diujicobakan dalam pembelajaran menulis puisi bebas kepada siswa kelas V SD; 
2. Kekurangmampuan siswa kelas V SD dalam menulis puisi bebas menuntut segera adanya jalan keluar; dan 
3. Teknik kolaborasi merupakan teknik pembelajaran baru yang perlu diuji keampuhannya, terutama dalam mengatasi kesulitan siswa saat mempelajari bahan pembelajaran menulis puisi bebas. 
     Untuk mengetahui lebih lanjut efektivhas teknik ini, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul, " Peningkatan Hasil Belajar Menulis Puisi Bebas Melalui Pendekatan Kolaboratif Learning Di Kelas V Sdn 2 Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

1.2 Rumusan Masalah 
Pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.Bagaimanakah bentuk perencanaan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi di kelas V SD?
2.Bagaimanakah langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi di kelas V SD? 
3.Bagaimanakah prosedur dan bentuk evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa kelas V SD dalam pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi ?
4.Bagaimanakah perubahan kemampuan siswa kelas V SD sesudah mengikuti proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi? 

1.3 Tujuan Penelitian 
Mengacu dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini menjadi jelas, yaitu sebagai berikut : 
1. Mendeskripsikan bentuk perencanaan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi di kelas V SD. 
2. Mendeskripsikan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi di kelas V SD.
 3. Mendeksripsikan prosedur dan bentuk evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa kelas V SD dalam pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi.
 4. Mendeksripsikan perubahan kemampuan siswa kelas V SD sesudah mengikuti pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. 

1.4 Manfaat Penelitian 
  1.   Secara Teoretis Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan guru dan siswa yang terlibat secara langsung dalam penelitian pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. Demikian pun bagi guru dan siswa lain, pengetahuan ini akan sangat bermanfaat, terutama untuk menambah wawasan yang selama ini mungkin masih sama pemahamannya terhadap pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. 
  2.   Secara Praktis Guru dan siswa yang terlibat secara langsung dalam penelitian ini akan peroleh pengalaman dalam melaksanakan proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. Demikian pun bagi guru dan siswa lain diharapkan akan merasa terdorong untuk berbuat hal yang sama, sehingga atas perbuatannya itu akan mendongkrak kualitas proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran ini.
 1.5 Kerangka Pemikiran 
       Proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi, menempuh tiga tahapan berikut. Pertama, "Menyusun perencanaan pembelajaran, dengan mempertimbangkan tujuan, kemampuan guru dan siswa, materi ajar, langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teknik yang digunakan, dan prosedur dalam pembelajaran (Madjid, 2007:14). Kedua, "Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana" (Mulyasa, 2006:96). Ketiga, "Mengevaluasi kemampuan siswa dalam pembelajaran" (Mulyasa, 2006:108). 
     Adapun implementasi dari ketiga tahapan tersebut, sebagai berikut. Bentuk perencanaan yang dikembangkan dalam pembelajaran ini didasarkan pada tuntutan kurikulum yang berlaku (KTSP), yang terdiri atas delapan komponen, antara lain: (1) kompetensi dasar; (2) indikator hasil belajar; (3) tujuan pembelajaran; (4) materi pokok pembelajaran; (5) teknik pembelajaran; (6) langkah-langkah pembelajaran; (7) alat dan sumber pembelajaran; dan (8) penilaian pembelajaran. Kedelapan komponen tersebut dirumuskan secara spesifik, jelas, dan terstruktur. 
     Tahap kedua adalah melaksanakan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi, yang menempuh tiga tahapan. Pertama, prapembentukan kompetensi (tahap kegiatan awal) menempuh langkah-langkah berikut: (1) guru mengondisikan siswa, dengan cara mengabsen dan membuka pelajaran dengan keramahan; (2) guru dan siswa mengadakan apersepsi, dengan cara bertanya jawab sehubungan dengan materi yang telah dan akan dipelajari; (3) guru mengetes kemampuan awal siswa dalam menulis puisi bebas melalui tes tertulis, dengan prosedur penilaian; (4) guru menjelaskan langkah-langkah belajar melalui puisi bebas berdasarkan ketentuan teknik kolaborasi, agar dipahami siswa guna mencapai tujuan pembelajaran; dan (5) pemberian motivasi. Kedua, tahap proses pembentukan kompetensi (kegiatan inti) menempuh langkah-langkah yang dikemukakan Alwasilah (2005:31), sebagai berikut. 1) Guru menyajikan materi pokok disertai contoh yang jelas. 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menentukan ide pokok/ ide awal sesuai dengan fokus/ tema penulisan puisi lebih kurang dalam 5 menit. 3) Guru membimbing siswa agar mampu merenungkan ide yang ditemukan dalam beberapa kata atau frase. 4) Guru menuntut siswa untuk menuliskan gagasannya secara singkat dalam bentuk puisi. 5) Guru menuntut kepada siswa agar berkolaborasi. 6) Guru menyuruh satu atau dua orang siswa untuk membacakan komentar dan atau saran yang diberikan teman sehubungan dengan puisi yang ditulisnya. 7) Guru menyuruh kepada semua siswa agar menulis ulang puisinya berdasarkan komentar atau saran teman.    
      Ketiga, tahap pasca proses pembentukan kompetensi (kegiatan akhir), menempuh langkah-langkah berikut: (1) guru menindak lanjuti proses belajar siswa guna lebih memahamkan siswa pada materi pokok yang baru dipelajarinya; (2) guru dan siswa membuat simpulan materi yang telah dipelajari; (3) guru mengetes kemampuan akhir siswa dalam menulis puisi bebas, melalui tes akhir sesuai dengan prosedur penilaian; dan (4) guru dan siswa menutup kegiatan pembelajaran dengan do'a. Prosedur dan bentuk evaluasi yang ditempuh dalam pembelajaran ini adalah penilaian proses belajar melalui tes awal (prates) dan penilaian hasil belajar melalui tes akhir (pascates). Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dalam bentuk tes kemampuan menulis puisi bebas. Adapun perubahan kemampuan siswa yang diharapkan setelah mengikuti proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi, antara lain: (1) mampu menentukan gagasan pokok berdasarkan pengalaman; dan (2) mampu menulis puisi bebas berdasarkan gagasan pokok dengan menggunakan pilihan kata yang tepat. Proses pembelajaran tersebut didasarkan pada alur penelitian tindakan kelas, sebagaimana diilustrasikan Dunkin dan Biddle (dalam Suherli, 2001:69) berikutini.  

 BAB II 
 LANDASAN TEORETIS 

2.1 Pembelajaran Menulis Puisi Bebas di Sekolah Dasar Berdasarkan Tuntutan Kurikulam yang Berlaku 
2.1.1 Standar Kompetensi Standar kompetensi 
       Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar berbahasa. Belajar berbahasa adalah belajar berikomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berikomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Standar Kompetensi ini dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi dan perkembangan multiglobal dan lokal yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan. Kurikulum ini diarahkan agar siswa terbuka terhadap keanekaragaman informasi yang hadir di sekitarnya. Di samping itu, diharapkan mereka dapat menyaring hal-hal yang berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan menyadari akan eksistensi budayanya sehingga tidak tercabut dari lingkungannya. 
    Dengan standar kompetensi ini, menurut Kurikulum 2006 (2006:5) guru dan siswa diharapkan sebagai berikut. (1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis. (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. (3) Memahami bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. (4) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. (5) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2.1.2 Kompetensi Dasar 
      Kompetensi dasar merupakan kemampuan-kemampuan pokok untuk membentuk kompetensi yang distandarkan. Salah satu kompetensi dasar dalam standar kompetensi menulis sastra di kelas V Sekolah Dasar, pada semester 2, adalah "Menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat" (BSNP,2006:274). Kompetensi dasar di atas merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut pembelajaran menulis puisi bebas harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar memberikan kesempatan belajar kepada siswa secara memadai. 
2.1.3 Indikator Hasil Belajar 
     Seorang siswa yang menguasai kompetensi layak disebut kompeten. Penilaian kompeten atau tidaknya seseorang didasarkan pada kriteria yang berupa sejumlah tanda penguasaan kompetensi yang meliputi: "(1) mampu menentukan gagasan pokok berdasarkan pengalaman; dan (2) mampu menulis puisi berdasarkan gagasan pokok dengan menggunakan pilihan kata yang tepat" (BSNP,2006:274). Setiap rumusan tanda merupakan rincian/jabaran kemampuan yang lebih khusus. Kedua deskripsi tanda penguasaan kemampuan yang lebih khusus itulah yang disebut dengan istilah indikator. Dengan kata lain, indikator adalah rumusan kompetensi yang spesifik, yang dapat dijadikan acuan/ kriteria penilaian dalam menentukan kompeten tidaknya seseorang. Indikator dalam satu kompetensi dasar sering pula disebut sebagai penanda minimal penguasaan kompetensi disebut penanda minimal karena untuk menjadi kompeten, sekurang-kurangnya siswa harus menguasai keseluruhan tanda tersebut, kegagalan mencapai satu tanda saja dari sejumlah tanda yang telah ditentukan, akan menyebabkan siswa gagal menguasai kompetensi.
     Oleh sebab itu, biasanya kolom indikator hanya memuat rumusan tanda-tanda yang mutlak harus dikuasai siswa karena merupakan unsur yang benar-benar penting dan mendasar. Jika tidak dikuasai akan menyebabkan siswa belum layak disebut kompeten. Menimbang bahwa secara substantif, indikator pasti merupakan jabaran kemampuan yang lebih khusus dari kompetensi dasar, maka hubungan kompetensi dasar dengan indikator sering disepadankan dengan hubungan Tujuan Instruksional Umum dengan Tujuan Instruksional Khusus. Penyepadanan ini hanya benar dalam hal luas dan sempitnya rumusan, namun belum tentu benar secara substantif. 
     Pembelajaran dalam konteks kurikulum yang berbasis kompetensi, seperti dalam KTSP, bertujuan untuk mengantarkan siswa sampai menguasai kompetensi tertentu. Tanda bahwa siswa telah mencapai kompetensi tersebut terdapat pada indikator. Dengan demikian, jika guru telah berhasil mengantarkan siswa menguasai semua indikator, itu sama artinya dengan membuat siswa menguasai kompetensi. Tidak pernah suatu kompetensi berhasil dikuasai tanpa menguasai setiap indikator, sebab jika itu terjadi berarti rumusan indikator yang dibuat bukan merupakan tanda penguasaan kompetensi yang vital dan signifikan. Berdasar logika di atas, maka indikator dapat sekaligus digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan pembelajaran, penguasaan kompetensi. Ketika dijadikan acuan dalam mengembangkan proses pembelajaran indikator dibaca sebagai tujuan belajar, dan ketika dijadikan kriteria untuk menilai penguasaan kompetensi, maka indikator menjadi acuan penilaian. 
2.1.4 Materi Pokok 
     Materi adalah segala sesuatu yang hendak dipelajari dan dikuasai siswa, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap melalui kegiatan pembelajaran agar dapat menjadi kompeten. Langkah pengembangan materi ditujukan untuk menentukan keluasan dan kedalaman materi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dalam merancang pembelajaran, memberi input (masukan) kepada siswa mengenai pokok-pokok utama keilmuan, maupun dalam mengembangkan alat evaluasi. Materi yang tidak jelas batasannya akan membuat guru kebingungan menentukan apa saja yang harus diberikan kepada siswa. Akhirnya pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien karena materi yang diberikan terlalu sedikit atau terlalu banyak, bahkan mungkin tidak esensial. 
2.2 Pembelajaran Berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sedikitnya harus memperhatikan tujuh prinsip sebagai berikut. 1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. 
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima piiar belajar, yaitu: 
(1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 
(2) belajar untuk memahami dan menghayati;
(3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; 
(4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan 
(5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan. 
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersipat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. 
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip ing ngarsa sung tulada, ing madia mangun karsa, tutwuri handayani (di depan memberikan contoh dan teladan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di belakang memberikan daya dan kekuatan). 
5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. 6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. 
7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan. (Mulyasa, 2006:24) Ketujuh prinsip di atas harus diperhatikan oleh para pelaksana kurikulum (guru), dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. 
     Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal (yang datang dari dalam diri individu), maupun faktor eksternal (yang datang dari lingkungan). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP mencakup tiga hal: pretest, pembentukan kompetensi, dan posttest. Ketiga hal tersebut dijelaskan berikut ini. 1. Pretest (tes awal) Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pretest. Pretest ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajagi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pretest memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Fungsi pretest, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pretest maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka kerjakan. 2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pretest dengan pastiest. 3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran. 4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus (Mulyasa, 2006:142).
    Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan keempat maka hasil pretest harus segera diperiksa, sebelum pelaksanaan proses pembelajaran inti dilaksanakan. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat, jangan sampai mengganggu suasana belajar, dan jangan sampai mengalihkan perhatian peserta didik. Untuk itu, pada wakru guru memeriksa prates, peserta didik perlu diberikan kegiatan lain, misalnya membaca hand out, atau text books. Dalam hal ini pra tes sebaiknya dilakukan secara tertulis, meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau perbuatan. 
2. Pembentukan Kompetensi Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi dibentuk pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. 
     Kualitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembentukan kompetensi, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) sesuai dengan kompetensi dasar. Lebih lanjut proses pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. 
     Untuk memenuhi tuntutan tersebut di atas perlu dikembangkan pengalaman belajar yang kondusif untuk membentuk manusia yang berkualitas tinggi, baik mental, moral maupun fisik. Hal ini berarti kalau kompetensinya bersifat afektif psikomotorik, tidak cukup hanya diajarkan dengan ceramah, atau sumber yang mengandung nilai kognitif. Namun perlu penghayatan yang disertai pengalaman nilai-nilai konatif, afektif, yang dimanifestasikan dalam perilaku (beharvioral skill) sehari-hari. 
3. Posttest Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan posttest. Sama halnya dengan pretest, posttest juga memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran dan pembentukkan kompetensi. Fungsi posttest antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pretest dan posttest. 2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching). 3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi. 4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukkan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. 

2.3 Menulis Puisi Bebas
  2.3.1 Arti Menulis Puisi Bebas Menulis puisi bebas berbeda dengan menulis puisi terikat. Perbedaan ini dapat diketahui dari penjelasan Nababan (2008:196), yang dikutip berikut "Puisi terikat, artinya puisi yang terikat oleh aturan bait dan baris, Sedang puisi bebas, artinya puisi yang tidak terikat oleh aturan bait, baris, maupun rima". Adapun isi puisi bebas dapat dibedakan atas romansa, elegi, ode, himne, epigram, satire, dan balada (Nababan, 2008:197). Contoh puisi bebas, diantaranya Diponegoro karya Sutardi Cholzoum Bachri, dan Sapardi Djoko Damono. Salah satu puisi hasil karya penyair tersebut, diantaranya tertulis berikut. Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar lawan banyak seratuskali Padenag di kanan keris di kiri Berselempang semangat yang tak pernah mati Maju Bagimu negeri Menyediakan api Punah di atas penghamba Binasa di atas ditindas Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup terus merasai Maju Serbu Serang Terjang (Sutardji Calzoum Bachi, 1983) Pada contoh puisi di atas tampak jelas ketidakteraturan bait, baris, maupun rima. Itu sebabnya menulis puisi bebas seperti tidak sesulit menulis puisi terikat. Namun hal ini bukan berarti bebas untuk tidak meresfon ciri-ciri kebahasaan puisi dan hakikat unsur-unsur dan metode puisi. Pemahaman terhadap hal-hal ini penting agar diperoleh puisi yang diinginkan, termasuk dalam menulis puisi bebas. 
 2.3.2 Ciri-ciri Puisi (Terikat atau Bebas) ditinjau dari Segi Kebahasaan Ciri suatu puisi, baik terikat maupun bebas, diantaranya dibangun dengan unsur kebahasaan yang khas, sebagaimana dijelaskan Nababan (2008:197), bahwa" Ditinjau dari segi kebahasaannya, puisi mempunyai ciri-ciri yang sudah tentu, .antara lain : (1) pemadatan bahasa; (2) pemilihan kata khas atau kata berlambang; (3) kata konkret; (4) pengimajian; (5) irama; dan (6) tata wajah". Adapun deskripsi dari ciri tersebut, sebagai berikut. 
 1. Pemadatan bahasa Contoh : Rasa cemburu seseorang karena dikhianati sang kekasih membuatnya tidak bisa mengontrol emosinya. Untaian kata di atas dapat dipadatkan dalam satu kata, seperti marah, benci, atau cemburu. Tidak perlu ditulis dalam beberapa kata secara berlebihan. Cukup dengan memilih salah satu kata itu sesuatu yang dirasakan tersampaikan secara unik dan menarik. 
 2. Pemilihan kata khas atau kata berlambang Ketentuan lain, bahasa puisi dibangun oleh pilihan kata yang khas atau kata berlambang. Kata-kata yang terpilih tersebut untuk melambangkan sesuatu yang mirip sifatnya. Contoh, bunga, melambangkan kecantikan gadis. Contoh lain, api melambangkan kemarahan, dan baja, melambangkan kekuatan. 
 3. Kata konkret Kata konkret maksudnya kata-kata yang dipilih menggambarkan sesuatu secara konkret. Contoh, kuku besi untuk mengonkretkan kaki kuda yang bersepatu besi. Contoh lain, kaki bumi untuk mengonkretkan kuda yang menapaki jalan tidak beraspal.
  4. Pengimajian Pengimajian berarti penggambaran sesuatu seolah-olah dapat dilihat oleh mata pembaca. Contoh, ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun karena angin pada kemuning. Pengimajian seperti ini termasuk dalam ungkapan imaji auditif (pendengaran), sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara yang digambarkan oleh penyair. 
 5. Irama (ritme) Irama (ritme) berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, prase, dan kalimat. Contoh: Pagiku hilang/sudah melayang Hari mudaku/telah pergi Kini petang/datang membayang Batang usiaku/sudah tinggi (Menyesal, Ali Hasjmi) 
 6. Tata wajah Tata wajah berarti puisi yang ditulis menampilkan sebuah gambaran yang dapat mewakili maksud tertentu. Contoh, seperti pada kutipan puisi Tragedi Winka dan Sihka karya Sutardi Calzoum Bochri. Mulai dari judul puisi hingga baris akhir, ditata sedemikian rupa, karena itu tampak suatu gambaran dengan maksud yang sudah tentu dapat mewakili apa yang ingin disampaikannya kepada pembaca. 
 2.3.3 Unsur-unsur yang Terkandung di dalam Puisi 
     Sekurang-kurangnya tiga unsur berikut harus diperhatikan dengan benar ketika menulis puisi. Ketiga unsur yang dimaksud, antara lain "(1) tema puisi; (2) suasana puisi; dan (3) amanat puisi" (Nababan, 2008:198). Inti ketiga unsur tersebut terdeskripsikan berikut. 
 1. Tema puisi Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Menurut Nababan (2008:198),'Tema dapat berupa masalah perjuangan, kepahlawanan, kekecewaan, kemunafikan, penderitaan, percintaan, keagamaan, dan lain-lain", Contoh: Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak Lurus kaku pepohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut Segala menanti. Menanti. Menanti (Deru Campur Debu, Chairil Anwar) Tema puisi di atas adalah perasaan seseorang, hal tersebut diungkapkan dengan pohon yang lurus kaku, tidak bergerak sampai ke puncak. Puisi tersebut juga menggambarkan perasaan sepi yang dirasakan seseorang sewaktu menantikan sesuatu, tetapi dalam penantian yang tidak kunjung datang, 
 2. Suasana puisi Suasana puisi ialah suasana yang menyertai kejadian, peristiwa, atau hal-hal lain yang ingin diungkapkan dalam puisi. Misalnya, suasana gembira, bahagia, sedih, haru, kecewa, dan lain-lain. Contohnya, seperti dalam puisi yang dikutip berikut. Aku Ingin Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (Supardi Djoko Damono) Suasana dalam puisi di atas adalah haru dan romantis. Hal ini dapat diketahui dalam bait pertama dan bait kedua pada larik pertama, yaitu menginginkan cinta itu melalui proses yang sederhana. 
 3. Amanat puisi Amanat puisi adalah pesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Contoh: Dari Seorang Guru kepada Murid-muridnya Adalah yang kupunya anak-anakku Selain buku-buku dan sedikit ilmu Sumber pengabdian kepadamu Kalau hari tunggu engkau datang ke rumahku Aku takut anak-anakku Kursi-kursi tua yang di sana Dan meja tulis sederhana Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya Semua kepadamu akan bercerita Tentang hidupku di rumah tangga (Hartoyo Andangjaya) Tema puisi di atas adalah kritik sosial terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan nasib guru. Puisi tersebut mengandung amanat, antara lain: (1) perbaikilah nasib guru; (2) hormatilah guru yang hidup menderita, tetapi tetap berbakti dengan penuh semangat; dan (3) jangan menilai guru dari harta materi, tetapi dari keseluruhan martabatnya. 
 2.4 Teknik Kolaborasi dalam Pembelajaran Menulis Puisi Bebas di Sekolah Menengah Pertama 
 2.4.1 Pengertian Teknik Kolaborasi 
     Dalam penelitan tindakan kelas yang kolabratif, guru merupkan mitra kerja peneliti, masing-masing memusatkan perhatianya pada aspek-aspek penelitian tindakan kelas yang sesuai dengan keahlanya, guru sebagai praktisi pembelajaran, peneliti sebagai perancang dan pengamat yang kritis. Dalam M. Asrori (2009:160) Pembelajaran menulis puisi berdasarkan teknik kolaborasi diilhami oleh pendapat Alwasilah (2005:25) yang mengemukakan sebagai berikut. "Shalat berjamaah - demikian kata Nabi — dua puluh tujuh kali lebih baik dari pada shalat menyendiri. Pahalanya pun jauh lebih besar. Karena itu lakukanlah shalat secara berjamaah di tempat yang mulia. Demikian pula menulis". Adapun alasan-alasan lain, dijelaskan Alwasilah (2005:25), sebagai berikut. 
 1. Dalam berjamaah (berkolaborasi) selalu ada imam atau seseorang yang dianggap paling senior yang bertindak sebagai model. Guru adalah imam, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menulis.  
 2. Kolaborasi adalah ajang bertegur sapa dan bersilaturahmi ilmu pengetahuan. Disitu ada pembelajaran berjamaah (social learning). Salah satu prinsipnya adalah, bahwa setiap orang memiliki kelebihan tersendiri. 
 3. Imam – pun jika keliru – harus diperingatkan dengan santun. Jadi saling mengingatkan dalam kolaborasi, justru membuat anda semakin mengenal potensi diri dan membuat tulisan semakin bernas. 
 4. Dalam kolaborasi setiap orang dibiarkan mengembangkan potensi dan kesenangannya mungkin menulis puisi, atau artikel opini. 
 2.4.2 Langkah-Langkah Teknik Kolaborasi 
   Berdasarkan uraian di atas, Alwasilah (2005:31) memberikan ilustrasi langkah-langkah pembelajaran menulis puisi berdasarkan teknik kolaborasi, yaitu sebagai berikut. (1) guru dalam lima menit menuntut siswa berkonsentrasi untuk menemukan ide awal, mungkin perasaan atau memori; (2) guru menuntut siswa menuliskan beberapa kata atau prase yang muncul dalam pikiran ketika mengingat objek yang menjadi fokus penulisan puisi; (3) guru menuntut siswa untuk menuliskan gagasannya secara singkat dalam bentuk puisi; (4) guru menyuruh siswa untuk membaca nyaring puisi yang ditulisnya; (5) guru menuntut siswa agar melakukan kolaborasi dengan temannya sehubungan dengan puisi yang ditulisnya (untuk mendapat komentar); (6) guru menyuruh siswa untuk membaca komentar dan saran yang diberikan oleh teman, dan menulis ulang kembali puisi berdasarkan komentar. 
 2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Teknik Kolaborasi 
      Dalam setiap metode dan teknik yang digunakan, sudah tentu memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kekurangan dari teknik ini adalah sebagai berikut. 1. Kekurangan 1) mungkin terjadi pengelompokkan yang pesertanya terdiri atas orang-orang yang tidak tahu apa-apa sehingga kekuatan kelompok tidak seimbang. 2) Laporan kelompok-kelompok kecil tidak tersusun secara sistematis dan tidak terarah. 3) Pembicaraan mungkin dapat berbelit-belit 4) Membutuhkan waktu untuk mempersiapkan masalah dan untuk pembagian masalah itu. 2. Keunggulan 1) Peserta didik yang kurang biasa menyampaikan pendapat dalam kelompok belajar, seolah-olah dipaksa oleh situasi untuk berbicara dalam kelompok kecil. 2) Menumbuhkan suasana yang akrab, penuh perhatian terhadap pendapat orang lain dan akan menyenangkan. 3) Dapat menghimpun berbagai pendapat tentang bagian-bagian masalah dalam waktu singkat. 4) Dapat digunakan bersama teknik lain, sehingga penggunaan teknik ini dapat bervariasi. 
 BAB III
 METODOLOGI PENELITIAN 

3.1 Fokus Kajian Penelitian  
    Fokus kajian penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. Adapun subfokus kajian, indikator-indikator fokus kajian, dan cara pengukurannya, sebagaimana tertuang pada tabel berikut. 
Tabel 3.1.1 Fokus Kajian Fokus Kajian Sub fokus Kajian Indikator Alat Ukur Pembelajaran menulis puisi bebas berdasarkan teknik kolaborasi 
1. Perencanaan pembelajaran 1. Kompetensi dasar. 2. Indikator basil belajar. 3. Tujuan pembelajaran. 4. Materi pokok. 5. Teknik pembelajaran. 6. Langkah-langkah pembelajaran. 7. Alat dan sumber pembelajaran. 8. Penilaian pembelajaran. Kriteria perencanaan pembelajaran berdasarkan tuntutan KTSP 
 2. Pelaksanaan pembelajaran 
 1. Prapembentukan kompetensi (kegiatan awal), dengan alokasi waktu 20 menit, meliputi: 1) Guru mengondisikan siswa, dengan cara mengabsen dan membuka pelajaran dengan keramahan 2) Guru dan siswa mengadakan apersepsi, dengan cara bertanya jawab sehubungan dengan mated yang telah dan akan dipelajari 3) Guru mengetes kemampuan awal siswa dalam menulis puisi bebas melalui tes tertulis, sesuai dengan prosedur penilaian. 4) Guru menjelaskan langkah-langkah belajar menulis puisi bebas berdasarkan ketentuan teknik kolaborasi, agar dipahami siswa guna mencapai tujuan pembelajaran 5) Pemberian motivasi  
 2. Proses pembentukan kompetensi (kegiatan inti), dengan alokasi waktu 30 menit Eksplorasi 
1) Guru menyajikan materi pokok, yaitu menentukan gagasan pokok berdasarkan pengalaman dan menulis puisi bebas berdasarkan gagasan pokok dengan menggunakan pilihan kata yang tepat disertai contoh puisi 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menentukan gagasan pokok sesuai dengan fokus/ tema penulisan puisi lebih kurang dalam lima menit 3) Guru membimbing siswa agar mampu merenungkan gagasan pokok yang ditemukan dalam beberapa kata atau frase Elaborasi 4) Guru menuntut siswa untuk menuliskan gagasannya secara singkat dalam bentuk puisi bebas 5) Guru menuntut kepada siswa agar berkolaborasi untuk membahas gagasan pokok dan puisi bebas yang ditulis temannya dengan cara saling memberikan komentar dan atau saran 6) Guru menyuruh satu atau dua orang siswa untuk membacakan komentar dan atau saran yang diberikan teman sehubungan dengan puisi bebas yang ditulisnya 7) Guru menyuruh kepada semua siswa agar menulis ulang puisinya berdasarkan komentar atau saran teman. 
 3. Pasca pembentukan kompetensi (kegiatan akhir), dengan alokasi waktu 20 menit Konfirmasi 
 1) Guru menindaklanjuti proses belajar siswa guna lebih memahamkan siswa pada materi pokok yang baru dipelajarinya 2) Guru dan siswa membuat simpulan materi yang telah dipelajari 3) Gurumengetes kemampuan akhir siswa dalam menulis puisi bebas, melalui tes akhir sesuai dengan prosedur penilaian 4) Guru dan siswa menutup kegiatan pembelajaran dengan do'a. 
     Kriteria pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tuntutan teknik kolaborasi Prosedur dan bentuk evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam pembelajaran 1. Penilaian proses belajar melalui tes awal (prates). 2. Penilaian basil belajar melalui tesakhir (pascates). 3. Jenistes tertulis. 4. Bentuk tes kemampuan menulis puisi bebas. Kriteria penilaian berdasarkan KTSP Validitas dan reabilitas Perubahan kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran Hasil belajar siswa lebihbaik daripada sebelumnya, yang ditunjukkan dengan hasil pascates lebih baik daripada prates, dilihat dari kemampuan: 1) menentukan gagasan pokok berdasarkan pengalaman; dan 2) menulis puisi bebas berdasarkan gagasan pokok dengan menggunakan pilihan kata yang tepat. Kriteria perubahan kemampuan siswa 
3.2 Desain Penelitian 
      Desain penelitian merupakan deskripsi tentang kegiata penelitian yang dilakukan, terutama dalam mendapatkan data dan memperlakukanya (Suherli, 2007 : 88) Penelitian peningkatan pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi di kelas V SDN 2 Tegaal, dirancang sesuai dengan ketentuan desain Prates Pascates Kelompok Tunggal (The One Group Pretest-Posttest Design).
      Adapun rancangan desain tersebut, sebagai berikut. Keterangan: I dan IV : pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi. II dan III : pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik resitasi. O : tesawal (prates) dan tes akhir (pascates). X : perlakuan (tratemenf) yang ditempuh, dalam hal ini adalah teknik kolaborasi. C : kontrol yang ditempuh, dalam hal ini adalah teknik resitasi. 
 3.3 Sumber Data 
      Sumber data dalam penelitian pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi, yang dilaksanakan dalam empat kali putaran ini adalah guru dan siswa kelas V SDN 2 Tegal tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri atas 3 orang guru, yaitu satu orang guru pengajar dan dua orang observer, serta 9 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. 
 3.4 Metode Penelitian
       Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pemilihan metode tersebut didasarkan pada pertimbangan teoretik sebagai berikut. 1. Menurut Surakhmad (1994:139), "Pelaksanaan metode deskriptif tidak terlepas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi haras sampai pada analisis dan interpretasi data itu". 2. Ciri-ciri metode deskriptif, antara lain : "(1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual; dan (2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis, karena itu metode ini sering disebut metode analisis" (Surakhmad, 1994:140). 3. Menurut Suherli (2001:79), "Studi deskriptif dapat dilakukan untuk mencari jawaban atas fenomena yang berkaitan dengan cara siswa belajar atau cara guru mengajar. Dari deskripsi yang dilakukan akan diperoleh suatu pola belajar atau pola pembelajaran".  

3.5 Teknik dan Instrumen Penelitian 
      Ada beberapa teknik dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut 1. Teknik Telaah Pustaka Teknik telaah pustaka dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari keterangan atau infonnasi yang berkaitan dengan pokok masalah yang menjadi fokus penelitian. Instrumen yang digunakan dalam teknik ini, antara lain: buku, jurnal, surat kabar, dan sumber tertulis lainnya. 2. Teknik observasi Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam teknik ini adalah lembar observasi ialah yang sudah disedakan. Metode observasi terbuka ialah apabila sorang pengamat atau observer melakukan pengamatanya dengan dengan menambil kertas pensil, kemudian mencatatkan segala sesuatu yang terjadi di kelas. Dalam Rochiati (110; 2009). 3. Teknik pembelajaran Teknik pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan untuk menyajikan materi ajar kepada siswa. Instrumen yang digunakan antara lain: kolaborasi (eksperimen) dan resitasi (kontrol). 4. Teknik tes Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pembelajaran. Instrumen yang digunakan adalah lembar soal dan lembar jawaban. 

SIKLUS PTK 
  3.6 Metode Analisis 
Data yang diperoleh melalui berbagai teknik dan instrumen penelitian ini dianalisis dengan cara sebagai berikut. 
1. Data perencanaan pembelajaran, dianalisis dengan menggunakan alat ukurnya, yaitu kriteria perencanaan pembelajaran berdasarkan tuntutan KTSP. Untuk kemudian hasilnya dideskripsikan untuk menjawab pokok masalah pertama dalam penelitian ini. 
 2. Data pelaksanaan pembelajaran, dianalisis dengan menggunakan alat ukuraya, yaitu kriteria pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdasarkan tuntutan teknik kolaborasi. Hasilnya dideskripsikan untuk menjawab pokok masalah kedua dalam penelitian ini. 
3. Data prosedur dan bentuk evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pembelajaran, dianalisis dengan menggunakan alat ukurnya, yaitu kriteria evaluasi pembelajaran berdasarkan tuntutan KTSP. Hasilnya untuk kemudian dideskripsikan untuk menjawab pokok masalah ketiga dalam penelitian ini. 
4. Data perubahan kemampuan siswa setelah pembelajaran, dianalisis dengan menggunakan alat ukurnya, yaitu kriteria perubahan kemampuan siswa setelah pembelajaran, baik proses belajar maupun hasil belajarnya. Hasilnya untuk kemudian dideskripsikan untuk menjawab pokok masalah keempat dalam penelitian ini. Untuk membuktikan tingkat perubahan signifikansi dilakukan pengolahan data melalui uji (T). 
5. Hasil analisis yang sudah dideskripsikan untuk kemudian diinterpretasikan agar diperoleh simpulan penelitian pembelajaran menulis puisi bebas berdasarkan teknik kolaborasi di kelas V SD Tegal 2 Bogor.

3.7 Prosedur Penelitian 
Prosedur penelitian ini menempuh tahapan-tahapan berikut. 
1. Tahap Persiapan Hal-hal yang dipersiapkan untuk kepentingan penelitian ini, antara lain: 1) Menyampaikan surat pengantar penelitian dari SGI kepada Kepala Sekolah SDN 2 Tegal, agar diketahui dan diberi izin untuk mengadakan penelitian di sekolah yang dipimpinnya; 2) Menyusun dan memvalidasi instrumen penelitian; 3) Mengadakan simulasi dengan guru yang menjadi fasilitator dalam pembelajaran, sehingga ia dapat memahami benar proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan teknik kolaborasi; 4) Mengadakan musyawarah mengenai waktu yang tepat untuk melaksanakan pembelajaran yang sudah direncanakan. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini menempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengadakan observasi terhadap pelaksanakan pembelajaran, sehingga diperoleh gambaran aktivitas guru dalam membelajarkan siswa dan aktivitas siswa saat menempuh langkah-langkah belajar. 2) Mengumpulkan hasil tes awal (prates) dan hasil tes akhir (pascates). 3. Tahap Akhir Langkah-langkah yang ditempuh pada tahap ini adalah sebagai berikut. 
1) Mengumpulkan data dan menyeleksi data yang diperoleh melalui penelitian. 
2) Menganalisis dan menginterpretasikan data.
3) Membuat simpulan. 
4) Menyusun laporan.
5) Mempertanggungjawabkan hasil penelitian. 

JADWAL PENELITIAN 
No Jenis Kegiatan Bulan 13 April 14 April 16 April 17 April 24 April 3 Mei 
1. Pengajuan judul √ 
2. Pembuatan proposal √ 
3. Seminar proposal √ 
4. Tahap penelitian √
5. Penyusunan dan bimbingan sekripsi √ 
6. Sidang skripsi √

 DAFTAR PUSTAKA 

A. Chaedar Alwasilah. 2005. Pokoknya Menlis. Bandung : PT Kiblat Buku Utama.
Aminudin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Asrori Mohammad 2009. Penelitian tindakan Kelas.Bandung : CV Wacana Prima Mulyasa. 2006.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : Rosda Karya Madjid. 2007. Perencanaan pembelajaran. Bandung : Tarsito BSNP. 2006. 
Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA. Jakarta : BSNP Nababan. 2008. 
Menulis Puisi Bebas. Jakarta: Gramedia Rusyana Rus. 1987. Bahasa Bahasa dan Sastra dalam Gemitan pendidikan: Bandung: CV Diponogoro. Rochiati W. 2009 Metode Penelitian Tindakan Kelas. PT Remaja Rosdakarya Sutarji. 1983. Menulis Puisi Kontenporer. Yogyakarta: Universiyas Gajah Mada. Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah (dasar, Metode, dan Teknik) Bandung : Tarsito. Suherli. 2001. Karangan Ilmiah Kajian Teoritis dan Aplikasi. 
Universitas Galuh Ciamis : Wahana Pendidikan Galuh Press. Suherli. 2007. Mennulis Karangan Ilmiah. Jakarta : Bumi Aksara. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Sic.


Penulis:  Rahmat Selamet, S.Pd 
Editor  : Tim Mercy S

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENULIS PUISI BEBAS MELALUI PENDEKATAN KOLABORATIF LEARNING DI KELAS V SDN 2 TEGAL KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENULIS PUISI BEBAS MELALUI PENDEKATAN KOLABORATIF LEARNING DI KELAS V SDN 2 TEGAL KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR








 PROPOSAL
 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas
 Sekolah Guru Indonesia Angkatan ke-6






Oleh : Rahmat Selamet, S. Pd
 Nim. MS 0614023









 SEKOLAH GURU INDONESIA DOMPET DHUAFA
 KABUPATEN BOGOR APRIL 2013/2014

Sabtu, 05 April 2014

Sistem pendidikan Indonesia Berbasis Ideologi Pancasila

         Sistem pendidikan Indonesia dengan basis Ideologi Pancasila ialah hal yang urgen dan mendesak. Pendidikan yang dengan semestinya berpedoman secara murni dan konsekuen pada nilai-nilai luhur-integralistik Pancasila merupakan kristalisasi pemikiran para founding fathers kita tentang kehidupan yang paling baik bagi bangsa Indonesia sehingga diyakini mampu menghadirkan generasi Indonesia yang lebih baik. 
          Sistem pendidikan berbasis ideologi pancasila begitu amat penting karena pancasila telah dijadikan dasar atau pedoman yang mana melalui pancasila diyakini mampu menyelesaikan segala rupa masalah yang dihadapi dalam konteks kehidupan masyarakat. 
           Pancasila merupakan nilai-nial luhur kehidupan bangsa Indonesia, dengan begitu Pancasila ialah sesuatu yang berdasarkan dengan perilaku bangsa Indonesia yang telah melekat sejak dulu sampai sekarang dan bersifat objektif atau mengikuti perilaku bangsa dan perkembangan zaman sehingga, pancasila dapat diimplementasikan dengan mudah ke dalam diri setiap generasi.
          Melalui pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur-integratif Pancasila, para siswa sebagai generasi peradaban diyakini dapat menjadi warga negara yang baik yang mampu memahami hak dan kewajibannya, memahami ideologi negara secara utuh dan benar, serta memahami tentang konsep demokrasi secara benar sehingga mampu berpartisipasi dalam penciptaan kehidupan demokrasi di Indonesia sebagaimana mestinya. Namun pada kenyataannya sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik, pendidikan Indonesia sekarang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifis dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini hanya membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak cerdas. 
        Dunia pendidikan yang semestinya sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri hal-hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing. Melalui pendidikan berbasis Pancasilalah, para siswa-generasi peradaban kita diyakini mampu menjadi warga negara Indonesia yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Jumat, 04 April 2014

perbedaan jin jawa dan jin mesir

PERBEDAAN JIN JAWA DAN JIN MESIR

       Di jawa setan dari golongan jin banyak yg sudah berlagak jagoan dan sok hebat, di Mesir mereka biasa-biasa saja dan mungkin takut sama orang-orang pribumi Mesir yg jauh lebih sangar dan menakutkan.. Di Jawa nama-nama hantu sangat banyak, mulai dari hantu guling legendaris "pocong", hantu wanita berjubah putih "kuntilanak", hantu wanita yg bolong punggungnya "sundel bolong", sosok tinggi besar yg menjadi momok "gondoruwo", hingga yg terbaru ada suster ngesot... Ya Allah bangsaku Di Mesir belum pernah dijumpai hantu-hantu yg beraneka ragam spt di indonesia, Di desa kecil tempat saya tinggal dan belajar di Mesir, anak kecil dgn lenggangnya pulang malam tanpa takut kalau2 di jalan nnt ketemu pocong atau mbak kunti atau diculik oleh bang gondoruwo... 
      Orangtua mereka pun sudah mendidik keberanian mereka sejak kecil, dan mengajarkan do'a perlindungan serta kepercayaan yg tinggi bahwa ALLAH adalah SEBAIK-BAIK PELINDUNG dan SETAN ITU MUSUH KITA YG LEMAH, bukannya malah ditakut-takuti "awas nnt diculik setan" dan diberi dongeng bodoh ttg kesaktian setan...! Jenis setan yg mereka tau pun hanya Jin, Iblis, dan Ifrit, itupun krn mereka sudah menghafal al-Qur'an sekian juz... Subhanallah... Lalu mengapa anarkisme setan di Indonesia jauh lebih dahsyat dibandingkan di Mesir ? Mungkin hal tsb sudah bisa kita jawab masing-masing, yaitu krn jin-jin di jawa dan indonesia sudah terlalu lama dipuja, disembah, dikasih sajen, ditakuti, dipercaya, dianggap sakti, dan disanjung... 
      Di Mesir mungkin hanya sebagian kecil dari keturunan penyihir fir'aun yg melakukannya... Perbedaan level sihir di Indonesia dan Mesir pun sangat berbanding jauh, bisa dibilang kelas sihir dukun-dukun Indonesia hanya kelas ecek-ecek namun krn "LARIS PENGUNJUNG" dan sering dibesar-besarkan oleh orang tak berilmu sehingga terlihat sihirnya begitu hebat dan dahsyat... Di Mesir sihirnya dahsyat sbagaimana yg disebutkan di dalam al-Qur'an... Bahkan mesir adalah salah satu negeri yg menjadi pusat berkembangnya ilmu sihir selain Yunani dan Babilonia... Namun penyihir di sini gk selaris di Indonesia, aqidah ummat islam terbentengi oleh banyaknya ulama yg tersebar di hampir seluruh penjuru Mesir... Jadi bisa disimpulkan di sini, bahwa anarkisme setan itu lahir karena ulah dari manusia yg ada di sekitarnya ... Setan Jin amat suka disembah dan dipuja.. Sehingga mereka banyak berulah... Silahkan simak baik-baik penafsiran dari al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu Ta'ala berikut : Allah Jalla wa 'Alaa berfirman: وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا 
     "Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS.Al-Jin: 6) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam Tafsir beliau: إذا نزلوا واديا أو مكانا موحشا من البراري وغيرها كما كان عادة العرب في جاهليتها يعوذون بعظيم ذلك المكان من الجان 
       "Apabila mereka (kaum musyrikin) mendatangi suatu lembah atau tempat tertentu yang dianggap ANGKER di suatu daratan atau tempat lainnya, sebagaimana kebiasaan orang Arab di masa Jahiliyah-nya, mereka memohon perlindungan kepada jin penguasa tempat tersebut." 
     (Tafsir Ibnu Katsir, 8/239) Lalu Imam Ibnu Abi Hatim rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya: عن عكرمة قال: كان الجن يَفْرَقُون من الإنس كما يفرَق الإنس منهم أو أشد، وكان الإنس إذا نزلوا واديا هرب الجن، فيقول سيد القوم: نعوذ بسيد أهل هذا الوادي.فقال الجن: نراهم يفرقون منا كما نفرق منهم. فدنوا من الإنس فأصابوهم بالخبل والجنون 

        Dari Ikrimah bliau berkata: ''Dahulu jin LARI DARI MANUSIA (karena takut) sebagaimana (sebagian) manusia yg juga lari dari mereka, bahkan jin itu LEBIH TAKUT lagi... Maka pada pada zaman dahulu jika ada manusia yg memasuki suatu lembah maka jin yg ada disitu akan KABUR, akan tetapi setelah ada pemimpin kaum yg mengatakan : "Aku berlindung kepada penguasa lembah ini." Maka jin yg mendengarnya mengatakan : "Wah kita melihat ternyata manusia itu takut sama kita sebagaimana kita dahulu juga takut pada mereka." Lalu mendekatlah jin itu dan merasuki manusia, lalu membuat mereka menjadi bebal dan gila (kesurupan).." 
     (Tafsir Ibnu Katsir: 8/239) Maka jelas jin di Indonesia jd berlagak jago dan berani merasuki manusia, karena manusianya sendiri sudah menanamkan rasa takut di hatinya dan sangat minim kepercayaannya pada Allah... Maka dari itu mari kita selamatkan aqidah anak cucu kita dari cerita hantu bodoh di Indonesia... Tanamkan rasa kepercayaan mereka kpd Allah dan yakinkan bahwa TIPU DAYA SETAN AMAT SANGAT LEMAH... Salam Tauhid !!! ~Minyyat Samanud, ad-Daqahliyya, Mesir, 10 Maret 2014~