Sabtu, 24 Oktober 2015

Penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam dunia pendidikan dan contohnya

Penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam dunia pendidikan dan contohnya

Terdapat 3 macam kecerdasan yang sudah seharusnya diajarkan dalam dunia pendidikan. Pertama IQ (Intelligence Quotien) atau Kecerdasan Intektual, yang berarti kecerdasan logika berfikir seseorang dengan menilai hasil akhir tanpa melihat pentingnya proses yang dilakukan. Orang yang hanya mempunyai kecerdasan IQ akan berfikir matrealis dan pragmatis. Generasi seperti ini akan mencetak generasi yang cerdas namun menipu. Tidak heran banyak koruptor yang secara akademik cerdas namun di sisi lain merugikan dengan kecerdasan menipunya.Kedua EQ (Emotional Quotient) atau Kecerdasan Emosional, yang berarti kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi diri dan orang lain. Seseorang yang tidak mampu memanajemen EQ yang baik akan merasa kesulitan dalam mengontrol emosinya. Tidak heran banyak kaum intelektual yang IQ nya tinggi namun mempunyai gangguan kejiwaan.Ketiga SQ (Spritiual Qoutien) atau Kecerdasan Spiritual, yang berarti kecerdasan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dengan cara bertakwa (mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya). Kecerdasan ini berkaitan erat dengan keadaan mengambil hikmah dibalik kejadian buruk yang menimpa setiap individu. Unsur rohani manusia hanya mampu terpuaskan oleh nilai spritual yang dipelajari dari pengetahuan agama. Orang yang mempunyai SQ yang cukup akan mengambil hikmah dari setiap pengalaman yang diperoleh meski dalam kondisi apapun. Dari sini dia akan mendapatkan ketenangan hati.Dalam penerapannya, lembaga pendidikan memang sudah mengajarkan pengajaran berbasis IQ, namun kebanyakan hanya sebatas “Learning to See”. Murid hanya diajarkan melihat papan tulis tanpa memperdulikan apakah murid tersebut paham atau tidak. Hal ini mengajarkan murid hanya pandai berteori tanpa bisa mempraktekkan ilmunya. Banyak lulusan universitas yang tidak mempunyai Skill, tidak heran terdapat banyak pengangguran dari kalangan sarjana. Skill tercipta bukan hanya dari materi tapi juga praktek. Selain itu, pengajar seharusnya memastikan muridnya agar bisa melakukan praktek setelah teori diberikan (Learning to Do), sehingga pengetahuan yang diberikan bisa langsung diaplikasikan.Dalam hal EQ, lembaga pendidikan seharusnya mewajibkan muridnya mengikuti organisasi di universitasnya. Kenapa organisasi? Karena organisasi merupakan wadah berkumpul dan bersosialisasi antar pelajar. Organisasi merupakan lahan simulasi awal dari kehidupan dunia luar yang sebenarnya. Dengan ini, murid bisa mempelajari ilmu tentang leadership dengan berbagai dinamika dunia luar yang penuh tekanan. Berdasarkan data hasil penelitian Harvard University, Amerika Serikat mengungkapkan ”kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan 80% sisanya oleh soft skill”. Soft skill dapat di latih dari kegiatan organisasi.Metode pembelajaran dalam hal SQ bisa dimaksimalkan seperti pembelajaran IQ, yaitu learning to see dan learning to do. Dalam learning to do, pelajar dituntut untuk bisa mempraktekkan materi, misal materi tentang sholat.Selain itu, faktor lain seperti dukungan dan pengawasan orang tua, masyarakat, serta pemerintah dalam penerapan ketiganya sangat dibutuhkan mengingat tempat belajar bukan hanya di sekolah. Ketiganya merupakan elemen penentu seseorang memutuskan sesuatu. Hal ini akan menimbulkan kebijakan keputusan yang hakiki sesuai dengan nalar, emosional, serta perintah Tuhan. Jika semuanya terwujud maka tidak ada lagi istilah sarjana yang menganggur, depresi, menjadi koruptor hingga unsur negatif lain. Sehingga kedepannya Indonesia mempunyai generasi muda yang tangguh dan berkualitas yang mampu memimpin negeri ini menjadi lebih baik serta berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.

0 komentar:

Posting Komentar